Beranda » 2012 » Januari

Monthly Archives: Januari 2012

Laporan Pertanggungjawaban Keuangan pada Sidang-XIII Jemaat GKI Ottow Geissler Biriosi 2011.


Thema : DIPERSATUKAN DALAM IKATAN KASIH.
Sub Thema : Melalui Sidang Jemaat yang Ke XIII Mari Kita Tingkatkan Persekutuan dan Kesaksian dalam Ikatan Kasih Menuju Gereja / Jemaat yang Mandiri ( Roma 12:12 )

Pembukaan sesuai jadwal di mulai dengan oibdaha pembukaan tepat 15.00 wit tapi karena alasan teknis, ataw anggapan enteng oknum22 anggota jemaat tentang panggilan ibadah maka ibadah pembukaan molor 1 jam hingga 16.00 hari pertama sidang di tambah 1 jam. menjadi 20.45 baru klaaarr…
Hari Kedua setelah doa pembukaan sidang, dilanjutkan dengan pembacaan laporan keuangan jemaat tahun 2011 oleh bendahara jemaat
14.30 wit waktu makan siang + isirahat telah selesai, sidang akan dilanjutkan dengan rapat komisi22 antara komisi Umum, Komisi Diakonia, Komisi Theologia, Komisi Ekubang, aku terdaftar pada komisi Umum pembahasan komisi selesai tepat pukul 19.00 wit. sementara pembahasan hasil rapat komisi Diakonia, mendapat tanggapan dari komisi Theologia Bpk M. Dimara, dilanjutkan tanggapan Bpk B. Inggamer, Bpk Y. Sanadi. Komisi Ekubang masih menyusun laporan rekap dan evaluasi serta hasil rapatnya.
Sementara Komisi ekubang membacakan Hasil rapat tiba tiba lampu padam_ alur listrik jalur Biriosi OFF wakil komisi membacakannya secara gelap.

Hasil Keputusan Sidang Sinode GKI di Tanah Papua


Dalam sidang tersebut ada beberapa hal yang penting yang disampaikan dan dirumuskan sebagai pesan sidang Sinode GKI di Tanah Papua:

Kepada seluruh Warga Jemaat Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, dengan ini Sidang menyerukan agar senantiasa menjaga kesatuannya sebagai tubuh Kristus, dan tidak terpengaruh untuk memecah belah GKI di Tanah Papua sebagai Gereja yang hadir di seluruh Tanah Papua, kendati terjadi pemekaran Provinsi. Sidang Sinode GKI ke XVI dengan ini menyatakan bahwa GKI di Tanah Papua hanya Satu dan merupakan perwujudan kesatuan tubuh Kristus di Tanah Papua, seperti Doa Tuhan Yesus supaya kita tetap bersatu, agar dunia percaya bahwa Kristus dan Bapa di Surga adalah satu, dan kita adalah satu dengan Kristus (Yoh.17:21).
Kepada sesama Gereja-gereja anggota PGI, maupun Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP), supaya membangun semangat kebersamaan dan kesatuan dalam kesaksian dan pelayanan di Tanah Papua, sesuai Piagam Saling Mengakui dan Saling Menghormati (PSMSM), sambil menghindari kecenderungan perpecahan karena pola dan metode Pekabaran Injil.
Supaya warga jemaat GKI menjauhkan diri dari pengaruh minuman keras, minuman beralkohol dan obat adiktif lainnya, sebagai pemicu seks bebas dan yang berakibat pada ancaman bahaya HIV/AIDS yang telah merenggut nyawa ribuan anak-anak Papua berusia produktif.
Meminta perhatian Pemerintah Indonesia untuk menghargai hak-hak beribadah umat Kristen di Indonesia, sebagaimana umat Islam di Tanah Papua secara bebas membangun Mesjid, tanpa larangan oleh umat Kristen yang adalah mayoritas di Tanah Papua, sebagai ekspresi toleransi dan penghormatan atas Pancasila dan kebebasan beribadah di Tanah Papua, oleh setiap pemeluk Agama manapun di Indonesia.
Kesadaran kritis diperlukan pada era sekarang untuk melahirkan perilaku etis. Pentingnya perubahan perilaku etis atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam Papua akan mengubah arah dan cara perlakuan manusia atas lingkungan hidup/ekologi. Perubahan perilaku etis pada level masyarakat akan menguatkan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam serta menguatkan kekuatan ekonomi bertumbuh di basis-basis sumber daya alam di kampung-kampung.
Mendorong pemerintah untuk meninjau kontrak karya berbagai perusahaan tambang multi-nasional terutama yang beroperasi di Tanah Papua, termasuk dalam upaya review tersebut adalah intervensi pemerintah pusat terhadap perijinan-perijinan yang dikeluarkan oleh para Bupati dan Gubernur untuk kuasa pertambangan di wilayahnya. Perijinan-perijinan kuasa pertambangan yang dikeluarkan Bupati atau Gubernur di wilayah sangat berpotensi memicuh konflik horizontal antar orang asli Papua. Konflik-konflik tersebut antara lain di Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Tambrauw, Kaimana serta wilayah-wilayah lain di seluruh tanah Papua.
Kepada Pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI, Sidang Sinode XVI GKI 2011 mendesak agar mengambil keputusan politik yang tegas dan jelas tentang penanganan keamanan, Security approach di Tanah Papua, agar memastikan bahwa tidak ada lagi kekerasan bersenjata oleh aparat keamanan oleh TNI dan Polri di seluruh Tanah Papua. Supaya operasi militer yang bersifat represif dan destruktif dihentikan. Sidang Sinode GKI di Tanah Papua dengan ini mendesak agar Pemerintah meninjau kembali penempatan militer (penempatan batalyon, korem dan koramil serta pasukan non organik) di Papua dan mengambil langkah demiliterisasi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Supaya kepada Polri diberi wewenang untuk penanganan hukum dan keamanan, dalam perspektif Otonomi Khusus, di mana rakyat Papua, perlu dilindungi hak-hak dasarnya. Meminta pertanggungjawaban Kapolda Papua dan Panglima Kodam Cendrawasih yang tidak melaksanakan instruksi Presiden dalam rangka penggunaan Pendekatan Security, ketika Kongres Papua 3, 19 Oktober 2011. Aparat dianggap telah melakukan pelanggaran HAM dan pelanggaran berat, karena bertindak diluar perikemanusian serta berlebih lebihan, dimana rakyat yang tidak bersenjata disiksa dan menyisakan 6 orang korban tewas.
Agar Stigma Separatisme yang dijadikan alasan dan pembenaran bagi berbagai tindak kekerasan terhadap rakyat Papua dihapuskan, karena hal tersebut bersifat diskriminatif dan mematikan semangat demokrasi dari rakyat Papua, sesuai konvensi Internasional, PBB tentang hak menyatakan pendapat. Sidang Sinode ke XVI GKI tahun 2011, dengan ini mendesak pemerintah RI untuk memberikan amnesty kepada seluruh tahanan politik di Papua maupun di Indonesia lainnya, sebagai penghormatan atas kebebasan menyatakan pendapat oleh Deklarasi Universal PBB Sidang Sinode GKI dengan ini pula prihatin atas sikap pemerintah yang tidak adil dan tidak konsekwen dan cendrung menjalankan standard ganda dalam menyikapi gerakan separatisme di Indonesia, seperti Negara Islam Indonesia (NII), dengan semua infrastruktur pemerintahannya, namun dibiarkan hidup dan tidak ditindak secara hukum dan militer.
Dalam rangka menyikapi dinamika demokrasi di Tanah Papua tentang Pengakuan atas Kedaulatan Bangsa Papua, dan dengan mengacu kepada Rekomendasi Dewan Gereja Reformasi se Dunia pada Sidang Raya Accra, Ghana 2004, dan Grand Rapids Michigan USA, 2010, tentang recognisi atas Hak Penentukan Nasib Sendiri orang Papua; maka Sidang Sinode XVI GKI meminta Pemerintah Indonesia, agar secara terbuka dan bermartabat, memahami desakan rakyat untuk Penentuan Nasib Sendiri orang Papua, a.l seperti yang terungkap melalui Kongres Papua 3, pada tanggal 16-19 Oktober 2011 di lapangan Sakheus Abepura. Peristiwa Sakeus Abepura adalah puncak gunung es dari berbagai kasus pelanggaran HAM lainnya selama 50 tahun Papua diintegrasikan kedalam Indonesia, termasuk gagalnya implementasi UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus selama 10 tahun; yang ditolak oleh rakyat Papua pada bulan Juni 2010. Sidang Sinode ke XVI GKI dengan ini mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk membuka Dialog Nasional Papua- Jakarta dalam rangka penyelesaian seluruh permasalahan Papua, secara Adil, Komprehensif dan Bermartabat.

Dilaporkan oleh: Novel Matindas (Kepala Biro Papua PGI)